Gemintang berpijar cantik menghias langit Yogyakarta. Kelakar muda-mudi di angkringan terdengar dari atas balkon kos Yuna. Yuna mengacuhkannya. Pertanyaan Dodit telah mengusiknya. Gadis itu menarik napas dalam lalu menghelanya.
Betapa sulit mengurai kepenatan di kepalanya. Dia hanya ingin kekasihnya itu bahagia. Mendampinginya, mendukung, menyayangi dan mencintai dalam diam. Menenggelamkan diri pada rasa yang begitu kuat mengakar ke dalam kalbu, tanpa bisa mengakuinya.
Empat tahun mereka menjalani jalinan asmara diam-diam. Bukan mau Dodit, tapi ini permintaan Yuna ketika mereka memutuskan untuk mengikat hati mereka satu sama lain.
Bagi Yuna dinding kasta di antara mereka terlalu tinggi untuk dilampauinya. Berkali-kali Dodit mencoba merubah keputusan gadis desa yang sederhana itu, sia-sia. "Bagaimana mungkin aku berharap," bisik Yuna pada angin.
"Mungkin ini adalah waktu-waktu terakhir untuk kita,"lanjutnya.
Menjalani kuliah dengan program beasiswa sekaligus bekerja part timer sebagai pramusaji resto untuk hidup sehari-hari membuat Yuna tak cukup percaya diri untuk berdiri sejajar dengan lelaki yang sangat mencintainya. Bagaimana tidak Dodit terlahir sebagai keluarga kaya dan tercatat sebagai mahasiswa kedokteran. Terbayang lingkungan sosial yang mengelilinginya. Kehidupan sempurna yang tidak ingin Yuna kotori dengan kenestapaannya.
Kesetiaan Dodit menjadi bukti bahwa perasaannya tidak main-main. Sayangnya, bagi Yuna menjaga dirinya tetap tak terlihat adalah yang terbaik untuk Dodit.
Yuna selalu menjadi sosok ceria, baik hati dan bersemangat di mata Dodit. Dia menjadi alasan utama Dodit berapi-api menyelesaikan kuliah, kemudian menjadi dokter profesional. Bukan hanya untuk segera meminang belahan jiwanya tapi juga untuk meneruskan impian Yuna. Impian yang membuatnya jatuh cinta begitu dalam.
"Atau aku harus pergi sekarang?" hela Yuna.
Matanya basah, karena kenyataannya tidak seserhana cinta beda kasta. Ada janji yang terlanjur mengikat Yuna, janji yang harus dipenuhinya. Janji yang membuat ujung dari cintanya pada Dodit mungkin tak akan berakhir bahagia.
"Semakin cepat kuakhiri, semakin cepat kamu mudah menghapusku," batin Yuna.
Dia membiarkan linangan itu mengalir deras, mengiring malam yang melarut. Dipandangnya hamparan langit gulita itu. Berdiri melawan angin malam yang dingin memeluk kesedihannya.
Senja itu akhirnya dipilih sebagai titik perpisahan mereka.
Yuna menghilang dari dunia Dodit.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar